Anda ingin bisa berbahasa Inggris?
Cari dan temuilah tukang kue dan tukang bangunan. Coba tanyakan pada mereka
bagaimana mereka dulunya mempelajari keahliannya. Tukang bangunan, hampir bisa
dipastikan, tidak pernah menulis atau mencatat apapun dalam mempelajari bidang
keahliannya. Adapun bagi si tukang kue, kemungkinan terbesar ialah dia membeli
sejumlah buku resep makanan, membaca dan memahaminya lalu mempraktekkannya.
Kita melihat perbedaan yang sangat kontras dari cara mereka memperoleh
kemahiran dalam bidangnya. Namun, di balik itu, adakah kesamaan yang bisa anda
lihat dari kedua orang itu?
Saya berikan sebuah analogi sederhana.
Seseorang yang memiliki banyak batu bata, pasir, kerikil, semen, besi dan kayu,
misalnya, tidak serta merta bisa membuat sebuah rumah atau bangunan yang
baik. Ia harus benar-benar mengerti apa dan bagaimananya cara membuat tiang,
tembok, rangka atap dan sebagainya. Ia harus menguasai fungsi dan kegunaan
masing-masing bahan. Inilah yang dipelajari oleh si tukang bangunan. Dengan apa
yang dipelajari dan difahaminya ia dapat membuat atau membangun sebuah bangunan
dengan baik. Dan ketika pemahaman dan penguasaannya terhadap bahan-bahan tadi
benar-benar sempurna maka ia bukan hanya bisa mendirikan sebuah rumah kecil
melainkan juga bisa membuat gedung pencakar langit. Tentu saja, ia harus
memiliki bahan-bahan bangunan yang diperlukan.
Di sisi lain, apabila kita berikan
tepung, gula, garam, telur, margarine dan air kepada tetangga si tukang kue
yang tidak mengerti apa-apa tentang membuat kue, bisakah kita harapkan untuk
memperoleh kue yang enak, lezat dan menarik dipandang mata? Mustahil, kecuali
mereka akan bilang, “Sabar ya, saya harus belajar dulu bagaimana cara
membuatnya … atau saya bawa ke tetangga sebelah aja, ya?!”.
Belajar bahasa (Inggris) juga seperti
itu. Seberapa banyak pun simpanan kosakata yang anda miliki, tidak akan pernah
bisa menjadi jaminan bahwa anda secara otomatis bisa berbahasa
(Inggris). Apabila anda berbicara, anda (mungkin) sekedar bisa menggunakan
kata-kata (Inggris) tanpa pernah, atau kalaupun ada tentunya sedikit
sekali, menggunakan kalimat. Di sisi lain, bila anda tidak memiliki
kosakata maka jelas saja mustahil anda bisa berbahasa (Inggris). Bagaimana
mungkin anda membuat rumah tanpa memiliki kayu, pasir, besi, semen, batu dll?
Bagaimana mungkin anda bisa membuat kue tanpa tepung, air, gula, garam dan
sebagainya?
Sekali lagi, seberapa banyak pun
simpanan kosakata yang anda miliki, tidak akan pernah bisa menjadi jaminan
bahwa anda secara otomatis bisa berbahasa Inggris. Anda perlu dan wajib tahu
apa dan bagaimana yang harus dilakukan dengan kata-kata tersebut untuk
merangkainya menjadi sebuah kalimat. Anda mesti mempelajari kaedah dan aturan dalam merangkai kata menjadi
kalimat. Tanpa penguasaan kaedah seperti ini maka anda tetap berada dalam
keadaan yang selama ini anda alami dimana anda sangat potensial untuk membuat kalimat-kalimat
yang salah.
Maaf, anda ingin mengatakan bahwa
tidak ada kalimat yang salah? Anda keukeuh mengatakan bahwa yang ada
hanyalah kalimat yang tidak standar, begitu? Jika demikian halnya maka di dunia
ini tidak perlu ada istilah ‘salah’, dong!
Menerobos
lampu merah bukan kesalahan melainkan hanya tidak taat aturan. Mencuri tidak
salah, itu hanya mengambil milik orang tanpa hak. Korupsi bukan suatu kesalahan
melainkan hanya penyalahgunaan (atau pemanfaatan) kesempatan. Itukah prinsip
anda, Pak/Bu/Om/Tante/Bung/Mas/Mbak/Neng/’Tong?
Saya khawatir bahwa anda telah menjadi korban sugesti keliru. Sebuah sugesti
yang meyakinkan anda bahwa dalam urusan belajar bahasa, yang penting adalah
‘hasil’nya yaitu bisa dan lancar berbicara. Sugesti yang dilakukan oleh
mereka yang memanfaatkan keputusasaan anda yang merasa masih tidak bisa juga
berbahasa Inggris meski sudah belajar kesana-kemari bertahun-tahun. Mereka tahu
persis bahwa yang anda inginkan adalah bisa dan lancar berbicara sehingga saat
anda belajar pada mereka, mereka biarkan anda bebas mengekspresikan apapun yang
ingin anda ungkapkan. Mereka semangati anda dengan kata-kata seperti, “Bebas,
lepas, tanpa beban. Bicara saja, jangan (terlalu) mempedulikan grammar. Belajar bahasa itu ga’ perlu pakai
teori. Belajar bahasa itu seperti belajar berenang, belajar naik sepeda,
belajar silat. Langsung praktek, tak perlu teori (yang njlimet, bikin
mumet … met … met!)”. Tidak heran apabila dalam tiga bulan, misalnya, anda
sudah fasih cas cis cus … yes, … no … me, too …. I am not like ‘rujak’ dan
seterusnya.
Sangat bisa jadi anda merasa senang
karena berhasil meraih keinginan anda selama ini. Dalam hati anda berkata Yes,
at last I am can speak English (Ya, akhirnya saya bisa
berbahasa Inggris) sementara mereka yang mengajari anda tersenyum-senyum dengan
kalimat-kalimat yang anda buat, anda susun dan anda gunakan. Mereka senyum
karena mereka sadar kalimat anda yang belepotan atau (ironis sekali jika sampai
terjadi) karena mereka puas dimana akhirnya mereka benar-benar bisa dan
berhasil mengajarkan kepada anda bahasa Inggris yang mereka ‘kuasai’ dengan
baik.
Waduh,
kasihan … anda jadi korban. I am sorry for you.
Agaknya mereka yang membimbing anda cuma mengenal kata ‘learn’ yang
artinya belajar sedangkan anda tahu bahwa kata ‘belajar’ itu bahasa Inggrisnya
ialah ‘study’. Mereka paksakan learn nya pada anda dan anda
korbankan study anda sendiri. Kalau saja anda, atau yang mengajar anda,
tahu perbedaan antara learn dan study maka sejatinya dalam belajar
bahasa Inggris makna kedua kata tersebut dipadukan. Ingat, praktek langsung
tanpa memahami teori sama dengan ngawur sedangkan teori thok tanpa
praktek sama juga bo’ong.
Makanya, sekali lagi, bila anda ingin mahir berbahasa Inggris, carilah tukang
kue dan cari juga tukang bangunan. Lalu apa? Kawinkan mereka! He ... he ....