Jika
anda kebetulan sedang mencari sebuah alamat sedangkan anda tidak berkendaraan
alias hanya berjalan kaki, dan anda tidak tahu masih seberapa jauh alamat
tujuan yang anda cari, pilihan mana yang lebih baik; bertanya kepada tukang
ojek atau kepada, misalnya, pemilik warung di pinggir jalan?
Ketika
anda merasa tak enak badan akibat masuk angin dan capai, dokter mana yang lebih
anda percayai; yang mengatakan bahwa untuk bisa fit dan bugar lagi anda mesti
dirawat inap di klinik/rumah sakitnya atau yang mengatakan bahwa anda cukup
istirahat di rumah saja?
Terkadang
memang sulit bagi kita untuk menentukan pilihan khususnya ketika orang yang
memberi saran atau jawaban bisa ditengarai memiliki ‘kepentingan’ dengan apa
yang dikatakannya. Si tukang ojek mungkin dengan jujur mengatakan yang
sebenarnya saat dia bilang bahwa alamat yang anda cari masih jauh dan oleh
karenanya dia menawarkan jasanya mengantar anda. Dengan bayaran, tentu saja.
Tapi, kecurigaan bahwa si tukang ojek sedang mencoba memanfaatkan anda untuk keuntungannya
pasti membuat anda merasa perlu terus jalan dulu untuk nantinya bertanya kepada
pemilik warung. Iya ‘kan? Bila ternyata kata si pemilik warung bahwa tujuan
anda masih jauh barulah anda mau naik ojek.
Di
contoh lainnya, anda pasti setuju dengan dokter yang menyarankan anda istirahat
saja di rumah. Anda tak akan percaya kepada dokter yang mengatakan bahwa anda
harus dirawat di rumah sakit sebab anda hanya merasa tak enak badan atau masuk
angin. Kecuali karena anda memang kebanyakan duit, apabila anda akhirnya
memilih untuk menerima sarannya maka pasti karena anda kena sugesti yang
membuat anda merasa bahwa ‘sakit’ anda memang cukup serius.
Logika
umum, seseorang pasti akan mempertahankan dan, kalau memang mungkin,
melestarikan sumber pendapatannya. Maka tidak mengherankan bahwa ketika anda
belajar di lembaga atau kursus bahasa Inggris, anda perlu kursus satu atau dua
tahun untuk ‘bisa’. Anda harus lewati setiap tingkat atau level, tujuannya
tentu saja (ah, ma’af … maksud saya ‘barangkali’) untuk ‘menyimpan’ anda selama
mungkin. Seberapa rendahpun nilai dan kemampuan yang anda raih, faktanya belum
pernah terjadi ada orang yang tidak naik tingkat alias tinggal kelas. Kenapa?
Wah, kalau anda tinggal kelas ya pasti akan berabe. Anda akan kabur alias berhenti,
and that’s not good for business, he..he…
Nah,
bagaimana pendapat anda kalau ada penyedia
jasa privat yang mengatakan –even in the very beginning – bahwa
anda tidak perlu belajar berlama-lama? Lebih dari itu, paket belajarnya selesai
hanya dalam 20 kali sesi belajar. Ini benar-benar ‘nggak masuk akal, bukan? Tak
masuk akal dalam dua hal; pertama ialah bahwa ia ‘menolak’ rezeki dan
penghasilannya (dengan tidak mau mempertahankan sumber penghasilan yang secure)
dan yang kedua ialah bahwa tidak masuk akal bisa langsung mahir dalam waktu
singkat.
Sebenarnya
ini sesuatu yang biasa saja (atau malah sesuatu yang luar biasa); KALAU BISA
DIPERMUDAH, KENAPA HARUS DIPERSULIT? [Soal pendapatan, justru kepercayaan klien
menjadi iklan yang sangat efektif sehingga order tak pernah putus, he..he...]
Kalau
belajar bahasa Inggris itu bisa dipermudah dengan “hemat waktu, hemat biaya”,
kenapa harus dipersulit, diperlama, dengan biaya besar?
Dua
puluh kali belajar sudah cukup. Selanjutnya ‘belajar’ jarak jauh secara gratis
melalui e-mail.
Adapun
tentang menjadi mahir, siapa yang percaya bahwa bisa langsung mahir bahasa
Inggris dengan dua puluh kali belajar? Untuk mahir perlu proses, melalui
perjalanan waktu, terus latihan dengan serius dan tetap belajar. Namun begitu,
dalam waktu singkat bisa mahir dalam menguasai kaedah untuk membuat kalimat
adalah sesuatu yang sangat realistis. Tentu saja tidak berarti kita boleh
berhenti belajar. Tapi, sekali lagi, belajar tidak harus berarti harus
membayar. Karena selalu ada cara untuk membuat sesuatu menjadi mudah.Makanya,
KALAU BISA DIPERMUDAH, KENAPA HARUS DIPERSULIT?